www.dailyapreal.com — Beberapa waktu lalu saya mengunjungi salah satu teman yang sudah lama tidak hadir kajian. Kabar yang beredar teman saya ini tengah dalam suatu permasalahan. Dalam perjalanan menuju rumahnya, sesekali saya menduga-duga permasalahan apa yang melandanya. Apakah saya bisa membantunya menyelesaikannya? Bismillah, semoga Allah mudahkan, begitu doa saya.
Sesampainya disana, pintu rumah tidak langsung dibuka. Menunggu beberapa menit tapi tidak ada sahutan dari penghuni rumah. Menuntaskan hak salam saya, yaitu salam ketiga, jika tidak dibuka juga saya pulang saja, begitu pikir saya. Alhamdulillah tepat setelah ketukan salam ketiga terdengar sayup-sayup dari dalam rumah suara menjawab salam saya.
Si empunya rumah pun mempersilahkan saya untuk masuk dan duduk. Kami berdua pun larut dalam obrolan santai dan dalam karena beberapa kali teman saya menyampaikan kisah hidupnya. Salah satu yang mungkin tidak diungkapnya selama ini, tentang pengalaman pengasuhan yang berimbas hingga kini. Pengasuhan yang meninggalkan luka. Fenomena pengasuhan semacam ini nampaknya tengah ramai dibicarakan yaitu tentang Toxic Parenting. Yuk kita ulik lebih dalam!
Mengenal Toxic Parenting
Toxic
parenting atau pengasuhan beracun adalah pola pengasuhan orang tua yang tidak menghormati dan
memperlakukan anaknya dengan baik sebagai individu. Mereka bisa melakukan
berbagai kekerasan pada anak bahkan membuat kondisi psikologis atau
kesehatan mentalnya terganggu. Orang tua juga enggan berkompromi, bertanggung
jawab, maupun meminta maaf pada anaknya.
Seringkali orang tua toxic berdalih apa yang dilakukannya semata-mata karena sayang, tapi pola asuh yang toxic tentu saja tak baik untuk dilakukan. Anak membutuhkan cinta dan kasih sayang yang tulus dari orang tuanya. Jika tak mendapatkan hal tersebut, tentu saja jiwa anak bisa terluka.
Penyebab Toxic Parenting
Toxic parenting ini sering dilakukan oleh
orang tua yang memiliki tekanan atau gangguan mental sehingga menjadikan anak
sebagai pelampiasan. Tidak hanya itu saja, pengalaman orang tua di masa
lalu yang memiliki traumatis bisa ia ulangi kembali kepada anaknya jika trauma
tersebut belum disembuhkan.
Ciri-ciri Toxic Parenting
Beberapa ahli kejiwaan merumuskan ciri-ciri
orang tua yang melakukan toxic parenting, di antaranya
mengutamakan diri sendiri dan tidak mempertimbangkan perasaan anak, tidak
memperlakukan anak dengan baik, kerap kesulitan dalam mengendalikan emosi, atau
cenderung bereaksi berlebihan ketika anak melakukan kesalahan. Atau mengontrol
anak secara berlebihan bahkan mencampuri urusan pribadi, sering menyalahkan dan
mempermalukannya bahkan menceritakan keburukannya di hadapannya, lebih parah
lagi bersaing dengan anak dan merasa selalu benar. Sehingga alih-alih
menyemangati dan bahagia atas keberhasilan anak, ia malah membuat down dan mengabaikannya.
Tips Agar Tidak Menjadi Toxic Parenting
Anak
tidak pernah memilih ingin dilahirkan dari orang tua seperti apa. Dan ketika
orang tua telah diberi amanah oleh Allah untuk mengasuh dan mendidik anak tak
jarang mereka memperlakukan anak semena-mena dan minim rasa kasih sayang.
Memang tidak mudah menjadi orang tua, kita harus senantiasa memperbaiki diri,
belajar dan evaluasi pengasuhan yang telah dilakukan.
Islam datang dengan seperangkat rambu-rambu agar manusia tetap berada track yang lurus dan benar. Termasuk dalam hal pengasuhan Islam telah memberi tuntunan bagimana langkah agar kita tidak terperangkap dalam toxic parenting.
- Memahami Anak sebagai Anugerah dan Amanah dari Allah Swt.
Islam sebagai agama yang sempurna telah memosisikan anak sebagai anugerah dan amanah dari Allah Swt. yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap orang tua. Orang tua diberi amanah oleh Allah Swt. dengan kehadiran anak, bukan untuk kehidupan di dunia semata, melainkan juga untuk kehidupan di akhirat.
- Memahami bahwa Anak adalah Aset
Generasi Mendatang yang Sangat Berharga
Allah Swt. telah memperingatkan kita semua agar tidak meninggalkan anak-anak yang lemah, sebagaimana firman-Nya dalam QS An-Nisa ayat 9:
سَدِيدًا قَوْلًا وَلْيَقُولُوا۟ ٱللَّهَ فَلْيَتَّقُوا۟ عَلَيْهِمْ خَافُوا۟ ضِعَٰفًا ذُرِّيَّةً خَلْفِهِمْ مِنْ تَرَكُوا۟ لَوْ ٱلَّذِينَ وَلْيَخْشَ
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Karenanya hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar.”
- Menjadikan Syariat Islam dan
Perbuatan Rasulullah Saw. sebagai Pijakan
- Satu Frekuensi dan Kerja Sama yang Harmonis Antara Ayah dan Ibu
Kesamaan langkah antara ayah dan ibu merupakan hal yang penting dalam proses pembentukan kepribadian anak, terlebih berkaitan dengan hal-hal mendasar atau prinsip hidup. Fakta bahwa kadang kala terjadi perbedaan pemahaman antara ayah dan ibu tentang sesuatu, dan hal ini kerap membawa dampak buruk terhadap pola asuh terhadap anak-anak, bahkan bisa menjadi racun.
Apabila hal ini berkaitan dengan hal yang
prinsip, tentu saja harus diselesaikan dengan baik oleh pasangan ayah dan ibu,
dengan mengembalikannya kepada tuntunan syariat. Akan tetapi, jika berkaitan
dengan permasalahan yang mubah, hal ini harus didiskusikan
dengan baik, tidak mengedepankan ego masing-masing yang pada akhirnya anaklah
yang menjadi korban.
- Tidak Memaksakan Kehendak kepada Anak Selama Ada dalam Koridor Syariat
Membiarkan anak menentukan
sikap—termasuk dalam bermain dan berteman—selama itu positif, adalah satu hal
yang sangat penting dalam masa pengenalan lingkungan dan proses menemukan jati
dirinya. Anak-anak tetap butuh bermain dan juga berteman dengan teman
sebayanya.
Yang terpenting, orang tua tetap harus memberikan arahan tentang batasan-batasan syariat dan tidak terjerumus pada hal-hal yang sia-sia. Kita juga harus mengajarkan adab kepada anak kita, mana yang baik dan mana yang kurang baik, serta bagaimana memilih teman.
Rasulullah saw. sendiri telah memerintahkan kepada anak kita agar mengenal adab Islam sejak dini. Beliau saw. bersabda, “Hormatilah anak-anak kalian dan perbaikilah adab-adab mereka.” Dari Amr bin ‘Ash, bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidak ada pemberian orang tua untuk anaknya yang lebih utama dibanding adab yang baik.” (HR Tirmidzi)
#odop #day30
Komentar
Posting Komentar